Media | Berita | Penerbitan

Monday 18 November 2013

Berjuang Hidup Melawan Sakit

Berjalan pun harus ditatah oleh dua orang, badannya kurus sekali dari yang aku lihat satu bulan lalu, bagian kepala tepat di bawah telinganya ada bengkak daging tumbuh sebesar sekepal tangan.

 

Pancaran sinar matahari di saat pagi pada hari Minggu begitu cerah penuh semangat, aku menunggang sepeda motor menuju warung untuk membeli sebungkus rokok.


Sesampai di warung tempat aku mau membeli rokok, pandanganku menujuh ke seorang perempuan muda sedang ditatah oleh mama dan kakaknya.


Perempuan muda itu adalah orang yang suka bercanda-gurau, bercerita tentang lelaki idamannya, dan kisah dulu sewaktu bekerja di kota dengan aku jika singgah sekedar minum kopi di warungnya.


Tak ada ucapan saat memandang perempuan muda itu, hati tergugah, badan lemah, dan bola mata menjadi merah hingga meneteskan air mata tanpa tersadar.


Perempuan muda itu menatapku, bibirnya terbuka dan mengatakan 'Sehat do ho Tulang?' Nada bertanya yang tak mampu untuk diartikan.


Aggukan yang dari tadi tertahan berubah menjadi tangisan setelah melihat bengkakan daging tumbuh di bagian kepala yang tepatnya di bawah telinga perempuan muda itu.


Sejujurnya, lebih baik untuk tidak melihat perempuan muda itu, bahkan hati memarahi Tuhan yang memberikan semua penderitaan untuk dirasakan olehnya demi berjuang hidup melawan sakit.


Tak mampu bicara menyambung perkataan perempuan muda itu, terdiam dan langsung bergegas pergi dengan kepala tertunduk, sepeda motor kutunggang lalu kuhidupkan.


Dalam perjalanan selalu bayangan menyiksa batin, aku berhenti dan sejenak menutup mata, melipat tangan, menundukkan kepala, meneteskan air mata, dan memanggil nama Bapa, Yesus, dan Roh Kudus.


"Bapa di surga, tolong jamah dia, berikan berkatmu Yesusku, turunlah wahai Engkau Roh Kudus." Ucapanku dalam doa sebelum mengatakan 'amen.'

Monday 30 September 2013

KASIH

MAKASIH atas semuannya, saat ini engkau pergi dan suatu hari nanti akan kembali. Jujur, aku sudah tak sanggup lagi untuk menutup-rapat rasa hati yang menyayangimu dalam hidup ini kepada setiap insan manusia di dekat kita.

Terkadang, mulut ini ingin menyuarakan kisahku yang telah menaruh kasih sayang untukmu. Tapi penghalang hubunganlah alasan kita tak bisa bergabung menjadi satu-padu.

Aku menghirup udara dalam-dalam sewaktu bernafas, berpikir menemukan jalan agar bisa bersamamu selamanya. Dan duduk menggenggam tanganmu dalam pelaminan dihiasi kembang yang membentangkan arti kebahagiaan.

Menempuh kehidupan dengan batas kekuatan dalam diriku akan kulakukan menembus hambatan ini, Walau keadaan sadar itu tak bisa tercapai. Tetapi, semua pasti ada jalannya dan jalan terakhir adalah jalan pintas.

KASIH, lihat aku, hati kecilku bicara keindahan dan cinta. Aku mencintaimu lebih dari yang engkau tahu selama ini.

Mengenalmu adalah hal pertama yang kusadari tentang arti menaruh kasih sayang, sungguh indah rasa dalam hati. Engkaulah orang pertama yang menyinggahi jiwa ini.

Lama sudah kita jalanani bersama dengan hubungan ini, sudah cukup dalam ibarat pohon berakar menembus lapisan tanah bercampur batu di dalam perut bumi.

"Biarkanlah aku berdosa karena mencintaimu." Itulah kata yang aku ucapkan padamu dan selamanya tetap akan mencintaimu. I Love You.




By: Amelia

Sunday 25 August 2013

Suara Dari Hati


"Pertanyaan hidup yang paling penting dan mendesak adalah: apa yang telah engkau lakukan untuk sesamamu?"

Kalimat dengan tanda kutip diatas adalah ucapan Martin Luther King, Jr. Penerima Penghargaan Perdamaian Nobel, Time Person of the Year.

Beralih fungsi menjadi pekerja mencari dan menyusun berita (wartawan) untuk dimuat di surat kabar (koran) setelah keputusan meninggalkan radio tempat bekerja awal mengenal dunia media.

"Poskota Sumatera," nama surat kabar terbit di Kota Medan tempat aku mencurahkan segala unsur bahasa yang di ucapkan orang yang mengetahui secara jelas sebuah informasi.

Kamera, alat perekam, pulpen, dan notes menjadi perlengkapan yang diperlukan seorang wartawan, juga tak lupa kartu pers sebagai senjata ampuh untuk memuat jati diri.

Untuk mendapatkan sebuah informasi harus melakukan penjajakan kebenaran ucapan narasumber, terkadang harus terjun langsung ke lokasi suatu peristiwa.

Setelah mencatat urutan waktu dari sejumlah kejadian tersebut, kemudian pemotretan objek dan tanya jawab dengan seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan mengenai kejadian tersebut.

Sesudah menghimpun peristiwa tersebut, tinggal mengetik merangkai kata lalu mengirim ke badan yang memilih dan menyusun tulisan yg akan dimasukkan ke dalam surat kabar atau yang lazim disebut redaksi untuk dimuat pada edisi yang baru di surat kabar.

Tidak lama aku bernaung di Poskota Sumatera, mungkin hanya sekitar delapan bulan lamanya. Dan beralih ke surat kabar mingguan terbitan Kota Sibolga.

Thursday 22 August 2013

Suara Dari Hati


"Kerja adalah wujud nyata cinta. Bila kita tidak dapat bekerja dengan kecintaan, tapi hanya dengan kebencian, lebih baik tinggalkan pekerjaan itu. Lalu, duduklah di gerbang rumah ibadat dan terimalah derma dari mereka yang bekerja dengan penuh suka cita"

Kalimat di atas dengan tanda kitup adalah sebuah karya dari penyair terkenal di seluruh dunia. Kahlil Gibran, seorang penyair kelahiran 6 Januari 1883 di Negara Lebanon itu dalam syairnya adakalanya menjadi dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.

Dan kata jenuh juga terkadang menghampiri setiap manusia dalam segala sesuatu hal. Baik itu dalam hubungan keluarga, cintan dan pekerjaan.

Begitu banyak kejenuhan dilalui dalam hari-hari ini, dan saat ini aku mengetik kejenuhan dalam pekerjaanku.

2013 aku bekerja di sebuah media lokal sebagai wartawan sekaligus merangkap jabatan pemasaran (dalam bahasa sehari-hari juga disebut loper koran) Tentu kita sudah tahu apa itu wartawan? Sepengetahuan saya wartawan itu adalah pemburu sumber informasi untuk diterbitkan di media cetak atau elektronik dan sering juga disebut kulih tinta.

Pertama masuk di dunia media berawal dari sebuah stasiun radio sebagai penyiar untuk membacakan berita yang dimuat koran terbitan Sumatera Utara di Kabupaten Samosir, Radio Suara Pusuk Buhit (RSPB) di Frekuensi 93,9 FM nama stasiun pengantar suara itu menjadi tempat awal bagiku mengenal media.

Enam bulan lamanya aku berkoak-koak di ruang pengantar suara itu setiap pagi membacakan kata-kata, kolom demi kolom yang ada di kertas koran.

Hidup sebagai penyiar memang sangat aku nikmati, begitu banyak berinteraksi lewat telepon untuk bertanya, memberi tanggapan, atau dapat cemohan kurang enak di telinga. Dan paling membanggakan saat nama kita menjadi sebuah hal biasa yang dibicarakan dikehidupan sehari-hari orang lain.

Hari demi hari, bulan demi bulan pun terlewatkan dan tak terasa sudah enam bulan duduk di kursi penyiar. Namun kehidupanku juga begitu saja tanpa ada perubahan yang kecil kurasakan, pas-pasan juga tak bisa dikatakan untuk memenuhi sebuah kebutuhan.

Suatu hari ketika saat itu ada wartawan datang ke radio tempat aku bekerja, wartawan itu saat ini [2013] sudah menjadi pemimpin redaksi majalah bulanan mengajakku terjun langsung memburu sumber informasi. Menjadi wartawan, itulah yang terlintas di dalam pikiranku dan aku pun meng-ia-kannya.

Beralih menjadi wartawan, stasiun radio itu pun kutinggalkan untuk menjadi kulih tinta.