Media | Berita | Penerbitan

Tuesday 24 June 2014

Generasi Muda HKBP Menghadapi Tantangan Zaman

Samosir | Reportase

Dengan bebasnya terbuka untuk mengakses informasi dan didukung teknologi canggih pada masa sekarang, itu pasti ada efek positif dan negatifnya. Dan inilah tantangan zaman para kaum pemuda untuk tidak terjebak dalam efek negatif.

Oleh sebab itu, peran gereja juga sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi dan mempersiapkan spritualitas dan iman generasi muda Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) menghadapi tantangan zaman. 

Seperti dikatakan Pdt. Debora Purada Sinaga, MTh. "Sekarang kita berada di era zaman informasi dan juga teknologi, dimana semua serba digital, anak-anak kita sudah dengan muda mengakses informasi terbuka secara global, otomatis informasi dalam dan luar negeri, dalam waktu begitu singkat mengetahui dengan adanya teknologi serba digital, dan itu pasti ada efek positif dan efek negatif," ujar Praeses HKBP Distrik VII Kabupaten Samosir, itu saat ditemui wartawan REPORTASE di di rumah dinasnya, (Kamis,19/06).  

HKBP Distrik VII Kabupaten Samosir akan melaksanakan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) pada tanggal 12-13 Juli 2014 di HKBP Resort Ambarita. KKR HKBP, itu dengan berthemakan "Mempersiapkan Generasi Muda HKBP Dalam Menghadapi Tantangan Zaman."  

Pdt. Debora Purada Sinaga, menambahkan dalam acara yang akan digelar, itu akan membahas tentang penggunaan informasi dan teknologi ke arah yang baik, mengenal bahaya pergaulan bebas yang mengakibatkan terjadinya penyakit HIV/AIDS, dan juga ikut serta peduli dalam lingkungan hidup seperti menyelamatkan budaya asli yang saat sekarang ini makin memudar karena pengaruh impor budaya asing. (Abidan Simbolon)
Pdt. Debora Purada Sinaga, MTh 



Sumber: Harian REPORTASE

Surat Untuk Nat (Bagian 2)

Hai Nat, gimana kabarmu disana? Apa sudah ada jawaban dari kegelisahan yang selalu aku katakan? Atau mungkin itu hanya buah pikiranku saja? Tuhan-lah yang Maha-tahu.

Ketika semua ini berakhir, takkan ada lagi surat untuk Nat, takkan ada lagi sebutan Nat, dan juga takkan ada lagi panggilan manja Pudanku. Itukah yang aku dan kamu inginkan dari hubungan ini? Tapi, aku tak mengharapkan itu terjadi.

Mungkin, Engkau jenuh setiap tingkah-laku dalam diriku, yang selalu berujung pertengkaran. Namun entah bagaimana itu semua terjadi, tapi kenapa tak sedikit pun penjelasan darimu tak terbuka? Aku terlalu memaksa atau gelisahkulah yang omong kosong? Tapi aku berharap semua tidak benar.

Sejauh ini, selalu saja aku berada dalam lingkaran kegelisaan, dan entah sampai dimana, kapan ini berakhir. Inginku untukmu Nat, saat engkau berada diatas pendirianmu, pilihlah mana yang lebih baik untuk kehidupan esok dan jangan berikan sebuah kebohongan kepada seseorang yang akan menjadi pendamping hidupmu.

Nat, fokuslah dulu terhadap kegiatan saat ini, aku hanya akan menunggu kabar tentang kebahagian dirimu. Aku juga berusaha menghapus dan melenyapkan semua rasa sakit yang menempel ditubuh ini.


Saturday 21 June 2014

Para Jurnalis "Sampah"

Para jurnalis--yang bermarkas, berpayung dan dibesarkan oleh media yang sudah tua/mapan--dan sangat disegani pola kerja timnya, akhirnya "tersungkur" dan terjerembab ke lembah kenistaan. Kehilangan jatidiri "keindpendenan" karena menjelmah menjadi "budak pemodal". Mereka sudah tidak lagi berpegang pada kaidah-kaidah jurnalistik, sudah tidak lagi menghormati undang-undang, sudah tidak lagi berjalan pada kode etik jurnalistik. 



Para jurnalis "sampah" itu, telah menggoreskan tinta hitam pada wajah "persuratkabaran" di negeri ini. Mereka sudah melupakan fungsi mencerdaskan, fungsi edukasi dan hiburan (entertainer). Mereka telah menjelmahkan diri sebagai "predator", "pemangsa", dan menjadi "kanibal" yang menghalalkan apapun untuk mendapatkan sesuatu atau untuk mencapai satu tujuan yang menyesatkan.

Para jurnalis "sampah" itu, mata hatinya sudah menghitam dan langkahnya sudah kehilangan arah. Menebar fitnah dan informasi tidak benar.

Aneh rasanya, kalau para jurnalis "sampah" itu, tidak tersentuh hukum, tidak terjamah undang-undang pokok pers, dan tidak terperangkap kode etik jurnalistik.

Siapa mempermalukan siapa. Siapa harus menghormati siapa. Apakabar para jurnalis "alur lurus"?
 

Oleh:  ingot simangunsong 
Pematangsiantar, 18 Juni 2014

Thursday 5 June 2014

Benarkah Begitu???

Sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) baik dari keturunan Tionghoa, itu menjadi sebuah keharusan dalam mengurus surat-menyurat keterangan catatan sipil.


Begitulah niat Johan Thaher dan Sutiono, WNI keturunan Tionghoa. Ketika hendak mengurus dan mendapatkan Akte Pernikahan dari Dinas Catatan Sipil Tanjung balai, Sumatera Utara.

Johan Thaher dan Sutiono mengurus Akte Pernikahan melalui Kepala Lingkungan V di Kantor Lurah  Karya Kota II, Tanjung Balai, Sumatera Utara. Disana mereka diterima oleh M. R selaku Kepala Lingkungan V di Kelurahan itu. Selanjutnya urusan yang diurus oleh M. R, itu diambil alih oleh M. Y. M. Y adalah mantan Kepala Lingkungan III dan juga sebagai Ayah dari M. R.

M. Y  lalu meminta biaya pengurusan untuk urusan N1, N2, N4, dan Kartu Keluarga sebesar Rp. 250.000,-. Namun, Johan Thaher dan Sutiono merasa keberatan dengan besarnya biaya pengurusan tersebut.

Sementara di Kantor Camat Tanjung Balai Selatan, Johan Thaher dan Sutiono harus mengeluarkan uang Rp. 100.000,-, untuk urasan Kartu Tanda Penduduk (KTP), karena alas mereka berdua adalah warga negara turunan.

Informasi dari masyarakat di lingkungan Kelurahan Karya Kota II, itu dalam setiap urusan surat-menyurat, kantor kelurahan tersebut sangat menguras kocek, apalagi warga negara turunan.

Sumber: Harian Reportase